News
Konflik di Gili Trawangan Dimulai Pariwisata Bali-Lombok Bangkit
Jumat, 02 September 2022, 12:00 WITA
beritalombok.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bakal memberikan pengawasan utama mengenai penanganan kasus dugaan korupsi di Gili Trawangan.
Diketahui, kasus pengelolaan aset lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan, sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejati) NTB. Dan Jumat (2/9) hari ini, pelaksanaan eksekusi lahan atau penyerahan aset di Gili Trawangan, akan dihadiri Wakil Ketua KPK, Dr Nurul Gufron.
Bersumber dari penelitian hukum Guru Besar Universitas Mataram, Prof Zainal Asikin berjudul “Penyelesaian Konflik Pertanahan pada Kawasan Pariwisata Lombok (Studi Kasus Tanah Terlantar di Gili Trawangan Lombok), diulas KoranNTB.
Dalam penelitiannya, Prof Asikin menjelaskan awal mula sengketa tanah di Gili Trawangan didahului dengan bangkitnya pariwisata NTB pada tahun 1980. Di mana saat ini angka kunjungan wisatawan sangat tinggi.
Baca juga:
Bali ke Tiga Gili Batal Dilaksanakan">'One Gate System' dari Bali ke Tiga Gili Batal Dilaksanakan
Bali dan Lombok saat itu menjadi pintu gerbang pariwisata nasional dan pendukung pangan nasional, sehingga perhatian pemerintah pusat cukup besar.
Tanah saat itu dijadikan sebagai komoditi dan bahkan diperjualbelikan dari satu investor ke investor lainnya, sehingga investasi yang sesungguhnya sebagai hajat hidup orang banyak, justru hanya menjadi keuntungan para investor dan elit kekuasaan beserta keluarganya. Sengketa tanah Gili Trawangan tidak terlepas dari praktik kolusi pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada anak-anak pejabat.
Gubernur kedua NTB, HR Wasita Kusuma saat itu memberikan HGU pada anak dan keluarganya. Masing-masing adalah (Asep Kusuma (25 Ha), Kurnia Chandra Kusuma (25 Ha), dan Kundang Kiswara (putradan keluarga Gubernur NTB H. Wasita Kusuma seluas 25 HA) dengan perusahaan bernama PT Generasi Jaya, dan Sudarli, BA (Sekda NTB) seluas 25 HA.
“Pemberian Hak Guna Usaha itu menjadi awal dari terjadinya penelantaran tanah dan lahirnya transaksi spekuatif atas tanah pariwisata. Hal ini terjadi karena pihak yangmemperoleh HGU bukan pengusaha maka tentunya tanah tanah lokasi pariwisata tidak mampu dikelola secara efektif dan produktif,” tulis Prof Asikin dalam penelitiannya.
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Jumat, 02 September 2022
Polling Dimulai per 1 September 2022